Selasa, 07 Oktober 2014

BUDAYA , MAKANAN & CIRI KHAS TULUNGAGUNG


BUDAYA , MAKANAN & CIRI KHAS
* BUDAYA 
Banyak budaya yang dimiliki oleh TulungAgung diantaranya adalah
 


- Reog Tulungagung merupakan gubahan tari rakyat, menggambarkan arak-arakan prajurit Kedhirilaya tatkala mengiringi pengantin “Ratu Kilisuci“ ke Gunung Kelud, untuk menyaksikan dari dekat hasil pekerjaan Jathasura, sudahkah memenuhi persyaratan pasang-girinya atau belum. Dalam gubahan Tari Reog ini barisan prajurit yang berarak diwakili oleh enam orang penari.
Yang ingin dikisahkan dalam tarian tersebut ialah, betapa sulit perjalanan yang harus mereka tempuh, betapa berat beban perbekalan yang mereka bawa, sampai terbungkuk-bungkuk, terseok-seok, menuruni lembah-lembah yang curam, menaiki gunung-gunung, bagaimana mereka mengelilingi kawah seraya melihat melongok-longok ke dalam, kepanikan mereka, ketika “Sang Puteri“ terjatuh masuk kawah, disusul kemudian dengan pelemparan batu dan tanah yang mengurug kawah tersebut, sehingga Jathasura yang terjun menolong “Sang Puteri“ tewas terkubur dalam kawah, akhirnya kegembiraan oleh kemenangan yang mereka capai.

 


 -Jamasan Tombak Kyai Upas.Tombak Kyai Upas adalah pusaka Kabupaten Tulungagung.  Sebagaimana ditulis dalam buku Sejarah Babad Tulungagung, menurut latar  belakang budayanya atau cerita rakyat dari versi keluarga Raden Mas  Pringgo Kusumo Bupati Tulungagung yang ke X. Konon, pada akhir  pemerintahan Mojopahit banyak keluarga Raja yang membuang gelarnya  sebagai bangsawan, dan melarikan diri ke Bali, Jawa Tengah dan Jawa  Barat.
Salah seorang kerabat Raja bernama Wonoboyo melarikan diri  ke Jawa Tengah dan babat hutan disekitar wilayah Mataram dekat Rawa  Pening-Ambarawa. Setelah membabat hutan Wonoboyo bergelar Ki Wonoboya.  Selanjutnya hutan yang dibabad itu dikemudian hari menjadi suatu  pedukuhan yang sangat ramai. Dan sesuai dengan nama putranya, oleh Ki  Wonoboyo dukuh itu dinamakan Dukuh Mangir.
Pada suatu hari, Ki Wonoboyo mengadakan selamatan bersih  desa. Banyak para muda-mudi yang datang membantu. Namun ada salah satu  diantara pemudi yang lupa tidak membawa pisau, dan terpaksa meminjam  kepada Ki Wonoboyo. Ki Wonoboyo tidak keberatan, gadis itu dipinjami  sebuah pisau namun ada pantangannya, yakni jangan sekali-kali pisau itu  ditaruh dipangkuannya. Tetapi gadis itu lupa. Pada saat ia sedang  beristirahat, pisau itu ditaruh dipangkuannya. Namun tiba-tiba pisau itu  lenyap. Dengan hilangnya pisau tersebut sang gadis itu hamil. Ia  menangis, dan menceritakan persoalannya kepada Ki Wonoboyo. Alangkah  prihatinnya Ki Wonoboyo. Yang selanjutnya beliau bertapa dipuncak Gunung  Merapi.
Ketika telah datang saatnya melahirkan, betapa lebih  terkejutnya sang ibu, karena bukannya jabang bayi yang  dilahirkan-melainkan seekor ular naga. Namun bagaimanapun keadaannya ia  tetap anak bagi seorang ibu. Dan ular Naga itu diberi nama Baru  Klinting, yang berikutnya dibesarkan di Rawa Pening. Baru Klinting punya  jiwa dan bahkan bisa berbicara seperti layaknya manusia. Setelah  dewasa, kepada ibunya ia bertanya tentang siapa dan dimana ayahnya.  Dijawablah oleh sang ibu, jika ayahnya adalah Ki Wonoboyo dan saat ini  sedang melakukan tapa di puncak Gunung Merapi.
Atas ijin ibu, berangkatlah Sang Naga mencari ayahnya. Namun  setelah sampai ketempat tujuan, alangkah kecewanya Baru Klinting.  Karena bukannya pengakuan Ki Wonoboyo sebagai ayah, tetapi sebuah cacian  “Tak mungkin Wonoboyo mempunyai anak seekor ular“. Baru Klinting tetap  bersikukuh, maka Ki Wonoboyo mengajukan sebuah tuntutan: lingkarilah  puncak merapi.

* MAKANAN 
Bila Anda mempunyai rencana kunjungan ke Jawa Timur dan kebetulan akan melewati Tulungagung, coba sejenak mampir untuk mencicipi nasi ayam lodho. Ini adalah salah satu jenis makanan khas yang menjadi kebanggaan masyarakat Kabupaten Tulungagung.
Nasi ayam lodho adalah makanan yang mempunyai bahan dasar ayam dengan rempah-rempah resapan bumbu bersantan. Jika dilihat dari wujudnya, mungkin sedikit serupa dengan opor atau kare ayam karena sama-sama berjenis masakan bersantan.
Meski terlihat serupa, nasi ayam lodho punya kekuatan cita rasa tersendiri. Selain memakai ayam kampung yang tentunya jauh lebih lezat ketimbang ayam negeri, bumbu-bumbu berupa rempah-rempah asli Indonesia menjadi salah satu faktor penentu yang membuat makanan ini begitu spesial di lidah.
Ciri khas nasi ayam lodho sebenarnya terletak pada citarasa pedas. Meski begitu hanya ada beberapa tempat yang khusus menyediakan menu nasi ayam lodho dengan rasa yang super pedas atau biasa disebut nasi ayam lodho setan.
Selain rasa pedasnya yang menggigit, keistimewaan nasi ayam lodho juga terletak pada racikan bumbu rempah dan santannya. Ayam kampung yang sudah terasa enak kian terasa nikmat dengan resapan bumbu rempah-rempah yang menggoyang lidah.
Biasanya untuk menghasilkan citarasa nasi ayam lodho yang sempurna, daging ayam diolah melalui dua tahap. Pertama, daging direbus dalam rendaman santan kelapa dan racikan berbagai jenis rempah-rempah, antara lain: cabai rawit, daun salam, lengkuas, serai, daun jeruk, garam, bawang putih, bawang merah, kemiri, ketumbar, dan jinten bubuk.
Setelah santan dan bumbu rempah-rempah benar-benar meresap, daging kemudian dibakar atau dipanggang di atas bara api dengan bahan bakar arang, baru kemudian disajikan bersama nasi putih hangat dan urap sebagai menu pelengkapnya.
Untuk menikmati nasi ayam lodho, Anda tidak perlu susah payah mencarinya karena Kabupaten Tulungagung dan wilayah sekitarnya banyak yang menjajakan makanan ini. Yang populer ada di Jalan Dr. Soetomo, Jalan WR Soepratman, Jalan Ki Mangun Sarkoro, Plusukandang, Sukoanyar.
Seporsi nasi ayam lodho dijual dengan harga yang bervariasi sesuai dengan daging ayam yang dikehendaki. Untuk porsi biasa dengan suwiran atau potongan daging ayam harganya Rp5000.
Jika Anda menginginkan dada ayam atau jeroannya, maka harganya naik menjadi sekitar Rp7000. Harga nasi ayam lodho akan bertambah mahal apabila Anda menghendaki potongan daging ayam yang besar, yakni sampai dengan Rp10.000 per porsinya.
*CIRI KHAS
Bahasa Khas : Untuk penggunaan Bahasa Jawa baik itu di Tulungagung, Kediri, Blitar, Trenggalek, Nganjuk, Ngawi, Pacitan, Ponorogo, Madiun, Magetan, serta sekitar Bojonegoro dan Tuban (yang kesemuanya itu temasuk wilayah Jawa Timur bagian barat/kulonan), Bahasa Jawa yang digunakan pada umumnya sama yaitu Bahasa Jawa Alus, sama persis dengan Bahasa Jawa yang biasa digunakan oleh masyarakat Jawa Tengah dan Yogyakarta. Misalnya Bahasa jawa ngoko : ora, piye, kowe, kuwi, kae, ben, ujuk-ujuk, di rasakne/dirasakke, bocah, panganane enak tenan, montore penak, lan liyo liyane.
Untuk pakaian adatnya pun di Tulungagung dan kota-kota tersebut diatas cenderung sama dengan pakaian adat Yogyakarta dan Jawa Tengah.  
Kerajinan/Industri khas :
  • Batik khas Tulungagungan.  
  • Marmer dan batu Onix, Tulungagung merupakan salah satu penghasil marmer terbesar di Indonesia.  
  • Kerajinan Kulit hewan, misalnya kerajinan dompet dari kulit, sabuk dari kulit, sandal dari kulit, dll.  
  • Kerajinan dari ijuk atau dari kulit kelapa, misalnya keset (pembersih kaki), sapu, dll. Kerajinan ini ada di Desa Plosokandang dan sekitarnya.  
Makanan khas :
  • Tape bakar, biasa ada di pinggir-pinggir jalan Kota Tulungagung.  
  • Krupuk / Opak rambak.  
  • Sompel Tulungagung (lontong + lodeh).  
  • Jenang abang, jenang putih, jenang grendul. 
  • Sambel Tumpang.  
  • Pecel. 
Semua jajanan/makanan khas diatas juga bisa kita jumpai di PUJASERA, Pasar Ngemplak Tulungagung.  

2 komentar:

  1. Website ente bagus gan,saya suka ngebacanya sebelum tidur. Kalau mau beli montor honda di area tulungagung,kediri,trenggalek di gus si kecil gan. Kunjungi www.guskecil.top

    BalasHapus